Sabtu, 11 Agustus 2018

Ketentuan Umum Structured Product bagi Perbankan di Indonesia

Ketentuan Umum Structured Product bagi Perbankan di Indonesia

Transaksi keuangan di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup pesat, inovasi terhadap instrumen keuangan telah mengalami perkembangan yang cepat seiring perkembangan ekonomi global, ya mungkin bagian dari bentuk adaptasi perkembangan mekanisme ekonomi global yang berjalan saat ini

Tentunya bahwa perkembangan inovasi tersebut telah memfasilitasi bertumbuhnya berbagai bentuk maupun struktur instrumen keuangan termasuk yang memiliki kompleksitas tinggi, terutama instrumen keuangan dalam bentuk structured product, dalam hal ini terkait hubungan perbankan dengan nasabah, perlu diperhatikan ada hal penting bahwa tingginya kompleksitas instrumen keuangan dapat berakibat pada meningkatnya risiko yang dihadapi bank

Sudah pasti bahwa peningkatan risiko tersebut mengharuskan dilakukannya penyesuaian yang memadai terhadap prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang diterapkan setiap perbankan dalam menjalankan operasional terhadap transaksi structured product, dan harus pula diimbangi dengan peningkatan kualitas transparansi informasi kepada nasabah


Lalu apa itu Structured Product, baik mari kami jelaskan pelan-pelan sesuai dengan pengertian menurut OJK, Structured Product adalah produk Bank yang merupakan penggabungan antara 2 (dua) atau lebih instrumen keuangan berupa instrumen keuangan non derivatif dengan derivatif atau derivatif dengan derivatif, dan paling sedikit memiliki karakteristik antara lain: 

a. nilai atau arus kas yang timbul dari produk dikaitkan dengan satu atau kombinasi variabel dasar seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi, dan/atau ekuitas; dan

b. pola perubahan atas nilai atau arus kas produk bersifat tidak reguler apabila dibandingkan dengan pola perubahan variabel dasar sebagaimana dimaksud pada huruf a, sehingga mengakibatkan perubahan nilai atau arus kas tidak mencerminkan keseluruhan perubahan pola dari variabel dasar secara linear (asymmetric payoff), yang antara lain ditandai dengan keberadaan:
1) optionality, seperti fitur caps, floors, collars, step up/step down, call/put;
2) leverage;
3) barriers, seperti knock in/knock out; dan/atau
4) binary atau digital ranges.
Pengertian derivatif dalam pengaturan ini mencakup derivatif melekat (embedded derivative)


Bagi pihak nasabah dalam hal ini pengertian lengkapnya yaitu, perseorangan atau badan yang menggunakan atau menerima fasilitas Bank baik dalam bentuk produk dan/atau jasa; seperti: 
b. perseorangan atau badan yang akan menggunakan atau diberikan fasilitas oleh Bank baik dalam bentuk produk dan/atau jasa. dan bertransaksi atau berkegiatan Structured Product dengan perbankan, bisa dijelasakan yaitu, Structured Product adalah aktivitas dan/atau proses yang dilakukan sehubungan dengan perencanaan, pengembangan, penerbitan, pemasaran, penawaran, penjualan, pelaksanaan operasional, dan/atau penghentian aktivitas terkait Structured Product.


Dalam melakukan kegiatan Strucutred Product bagi bank terdapat batasan yaitu, Bank hanya dapat melakukan Kegiatan Structured Product setelah memperoleh:
a. persetujuan prinsip untuk melakukan Kegiatan Structured Product; dan
b. pernyataan efektif untuk penerbitan setiap jenis Structured Product, dari Otoritas Jasa Keuangan.

Di Indonesia, saat ini OJK mengatur Bank yang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing hanya dapat melakukan transaksi Structured Product yang dikaitkan dengan variabel dasar berupa nilai tukar dan/atau suku bunga.


Hal ini dibarengi dengan kepatuhan pelaporan, yaitu Bank wajib mencantumkan rencana Kegiatan Structured Product dalam rencana bisnis Bank.
Rencana Kegiatan Structured Product sebagaimana dimaksud meliputi:
a. penjelasan mengenai pengelompokan Structured Product;
b. penjelasan mengenai kelompok Nasabah yang menjadi target Structured Product; dan
c. estimasi volume penerbitan Structured Product.

Bank yang melakukan transaksi Structured Product dengan Nasabah dalam bentuk kombinasi instrumen derivatif dengan derivatif wajib meminta kepada Nasabah untuk memberikan agunan berupa kas dengan jumlah paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari nilai nosional transaksi pada saat transaksi. Pelaksanaan lebih lanjut terkait agunan berupa kas paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari nilai nosional transaksi  wajib dituangkan dalam perjanjian antara Bank dengan Nasabah.

Tapi perbankan memiliki beberapa jenis Nasabah kan, nah ini penjelasannya, Ketentuan mengenai kewajiban pemberian agunan berupa kas dengan jumlah paling sedikit 10% (sepuluh persen) dikecualikan untuk Nasabah berupa:
a. bank;
b. Pemerintah Republik Indonesia;
c. Bank Indonesia atau bank sentral negara lain; dan
d. bank atau lembaga pembangunan multilateral


Jadi disini ada beberapa jenis Nasabah yang menjadi perkecualian ya, perlu diperhatikan daftarnya biar tidak bias dalam memahami jenis Nasabah perbankan

Namun ada ketentuan yang perlu diperhatikan dalam hal ini saat penjelasan ke nasabah, Bank dilarang menggunakan kata “deposit”, “deposito”, “terproteksi”, “giro”, “tabungan”, dan/atau kata lain yang dapat memberikan persepsi kepada Nasabah bahwa Bank memberikan proteksi pengembalian pokok Structured Product secara penuh, dalam hal Structured Product yang diterbitkan oleh Bank tidak disertai dengan proteksi penuh atas pokok dalam mata uang asal pada saat jatuh tempo.

sumber : Otoritas Jasa Keuangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar