Kamis, 08 Oktober 2020

Stimulus Fiskal AS dan Skema Burden Sharing BI Menjadi Katalis Pergerakan Rupiah

Cuitan Trump di Twitter, "FEELING GREAT..." menjadi sebuah katalis positif pelaku pasar, pun juga pembicaraan mengenai stimulus Amerika Serikat cukup mewarani pasar kemarin. Presiden Trump mengatakan bahwa dirinya siap untuk menandatangani langkah-langkah untuk memberi dukungan untuk individu, bisnis kecil, dan maskapai penerbangan. Akan hal itu, saham penerbangan melonjak. Delta Air Line naik lebih dari 3%, sementara American Airlines dan United Airlines Holdings naik lebih dari 4%. Benarkah Trump akan melakukan hal tersebut? masih belum ada kepastian tentunya karena belum terjadi, Trump memang suka tarik ulur 

Sementara itu, dari bank sentral AS dilaporkan para petinggi the Fed akan menghadiri rangkaian pidato minggu ini, yang mana sebagian besar untuk menegaskan gagasan bahwa ekonomi Amerika membutuhkan dukungan untuk pulih dari lockdown yang disebabkan oleh Covid-19. 

Kurs USD diperdagangkan melemah terhadap major currencies lainnya, kecuali USD/JPY yang menembus level tertinggi sejak 14 September ini. Sebaliknya, dolar Australia menguat terhadap US dolar meskipun keluar data PMI Australia yang lebih lemah, dengan indeks PMI turun menjadi 36.2 dari 42.5. Dolar index, DXY, turun ke level 93.60.

Bagaimana prediksi pergerakan kurs valas Dollar Rupiah, diperkirakan akan diperdagangkan di level 14600/14850 dengan kecenderungan penguatan Rupiah secara terbatas

Perlu diketahui dua hari yang lalu Presiden US, Donald Trump memberikan statement untuk menghentikan negosiasi mengenai stimulus ekonomi US hingga pemilu selesai dilaksanakan. Hal tersebut memberikan tekanan negatif di pasar global yang tercermin dari turunnya bursa saham US (DJIA -1,34%; S&P 500 -1,40%; dan Nasdaq -1,57%). 

Meskipun demikian pada sesi perdagangan Asia, Donald Trump memberikan statement untuk mendesak Kongres segera memberikan bantuan baru senilai USD 25 Miliar kepada maskapai penerbangan di US. Perubahan terhadap keputusan pemberian stimulus ekonomi US memberikan tekanan eksternal dan kekhawatiran pada investor di dalam negeri. Agak plin plan memang 

Dari dalam negeri, ada berita terbaru mengenai skema Burden Sharing, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan menyatakan tidak akan memperpanjang skema Burden Sharing sebagai skema pada pemenuhan pembiayaan APBN 2021. Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu, walaupun skema burden sharing merupakan skema yang sebenarnya cukup bisa diterima oleh pasar, pemerintah tidak menginginkan adanya persepsi bahwa Bank Indonesia harus selalu melakukan monetisasi pada pembiayaan APBN. 

Hal ini merupakan sinyal yang cukup baik untuk menghindari risko persepsi terhadap independensi Bank Indonesia, namun demikian masih terdapat kekhawatiran investor terhadap pemenuhan budget deficit pada APBN 2021 dimana net issuance SBN di tahun 2021 mencapai kurang lebih 1.200 Triliun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar